Pahami Adat, Jangan Cupu

Penulis : Cak Ketua Jatim

Dalam beberapa bulan yang lalu jagat pariwisata Bali digemparkan oleh oknum Bule melakukan tindakan penistaan terhadap tempat suci. Pria warga negara asing menari telanjang di Gunung Batur Kintamani. Gunung yang disakralkan bagi masyarakat Adat Bali. Ada pula Bule perempuan melakukan foto telanjang di sbuah pohon yang disakralkan. Pohon kayu putih di komplek Puri Babakan Tabanan.e

Kejadian ini viral setelah sang Bule mengunggah dokumentasinya di media sosial. Unggahannya menjadi viral dan mengundang banyak komentar. Umumnya warganet menyayangkan tindakan kedua Bule tersebut. Tindakan yang tidak pada tempatnya dan terlebih melanggar kultur dan norma masyarakat adat setempat.

Masyarakat adat Bali sangat terbuka dalam penerimaan terhadap wisatawan. Memegang teguh adat dan tradisi secara turun temurun. Merujuk kasus Bule tersebut, ada ruang keterbukaan bagi wisatawan yang sangat dihargai oleh masyarakat Bali. Sekaligus ada ruang adat yang bersifat sakral yang harus dipahami dan dimengerti oleh siapapun yang datang ke Bali. Ruang realitas yang dibangun bersama secara turun temurun guna menjaga eksistensi dan identitas masyarakat adat Bali. Ruang yang harus dijaga bersama oleh siapapun yang berada di Bali.

Benturan identitas terjadi ketika kebebasan dan keterbukaan yang ada dipaksakan atau tidak disadari masuk dalam ruang adat dengan segala norma dan kearifan setempat. Untungnya kasus oknum Bule tersebut segera selesai setelah pelaku meminta maaf kepada pemangku adat serta mengakui keterbatasan pengetahuan kearifan budaya Bali. Masyarakat Bali yang religius dan terbuka tentu mudah menerima permintaan maaf tersebut dan lebih menjadikan pembelajaran bagi wisatawan lainnya.

Kembali lagi kita pada pentingnya pemahaman realitas di lingkungan sekitar untuk mengurangi konflik dan menikmati keragamanan yang ada. Dalam lingkungan interaksi sosial selalu ada realitas subyektif dan realitas intersubyektif. Realitas subyektif dikonstruksi berdasar atas pendapat dan pemikiran subyektif pribadi. Realitas intersubyeksif adalah irisan realitas subyektif antar individu dalam masyarakat/kelompok yang diyakini keberadaanya dan disepakati bersama. Aturan adat dan aturan dasar organisasi adalah realitas intersubyektif. 

Dalam kasus di atas, pemahaman subyektif oknum Bule atas menari telanjang dianggap sebagai hak individu yang bisa dilakukan kapanpun dimanapun. Sedang pemahaman intersubyektif yang dijunjung masyarakat adat Bali bahwa Gunung Batur dan Komplek Puri Babakan adalah tempat sakral. Realitas yang tidak dipahami dan dimengerti oleh sang Bule. Yang terjadi adalah konflik manakala pemahaman subyektif dipakai untuk memahami realitas intersubyektif sebagai kesadaran dan kesepakatan bersama.

Kasus Bule tersebut menggambarkan kontek kegagalan paham atas kultur suatu komunitas. Dalam kontek organisasi atau perusahaan, kegagalan pemahaman kultur organisasi atau perusahaan sering menimbulkan gap atau konflik. Anggota baru atau anggota yang tidak memahami kultur organisasi rentan konflik dalam interaksi berorganisasi. Konflik personal dengan organisasi ini bisa bersifat konfrontasi atau keluhan.

Tindakan konfrontasi sering terjadi ketika individu menganggap perilaku dan kultur pribadi sebagai hal yang paling benar, bertentangan dengan kultur organisasi yang telah ada sebelumnya sebagai kesadaran bersama. 

Dalam tindakan pelecehan adat di atas, Sang Bule cupu mengabaikan kultur masyarakat dengan pembenaran kultur individunya bahwa berfoto atau perekaman video telanjangnya adalah haknya. Dalam praktik organisasi pertentangan kultur ini sering menimbulkan konflik hingga perlawanan personal atau kelompok terhadap norma dan kesepakatan bersama yang telah terbangun sebagai pondasi organisasi.

Tindakan mengeluh sering diekspresikan dengan membatasi diri dari dinamika sosial organisasi. Umumnya denial yang berakibat menurunnya kepedulian individu terhadap komunitas atau organisasi. Ketika perilaku personal bisa memahami dan adaptasi dengan kultur organisasi maka peluang keuntungan bersama bisa hadir dari adanya organisasi.

Belajar dalam kasus Bule di atas, interaksi dalam komunitas/organisasi tertentu perlu untuk mengetahui kultur dan norma yang terbangun di dalamnya. Berpikir mengunakan standar bersama atau komunal bukan standar subyektif pribadi.

Memahami kultur organisasi tidak cukup melihat wujud dan atribut fisiknya saja. Ada kesejarahan dan legacy dalam ruang antar masa dari periode ke periode. Organizational experience yang mengendap menjadi bagian dari ketahanan dan tetangguhan organisasi untuk saat ini atau masa mendatang.

Merujuk The Cultural Iceberg Model, budaya organisasi mencakup elemen yang tampak dan elemen yang tidak kasat mata. Visi, misi, kebijakan strategi dan prosedur yang umumnya tertuang dalam aturan dasar organisasi dan turunannya merupakan elemen kultur organisasi yang tampak. Nilai atau tata laku, marwah, konsensus, kesejarahan dan tradisi merupakan bagian pembentuk kultur organisasi yang tidak kasat.

Dalam situasi turbulensi seperti saat ini ketahanan kultur organisasi diuji oleh benturan-benturan baik yang berasal dari eksternal maupun internal. Adaptasi semestinya dilakukan dengan mempertahankan tata nilai yang sudah terbangun. Transformasi organisasi perlu dipastikan dapat berjalan dengan tetap mempertahankan nilai organisasi sebagai identitasnya. Transformasi harus memberikan ruang berkembangnya nilai organisasi sebagai identitas yang terus terjaga dan ter-delivery kedalam gerak dan nafas organisasi.

Pelajaran berharganya adalah perubahan atau transformasi tidak boleh merubah atau mengganti indentitas menjadi entitas lain. Memahami kultur dan tata nilai organisasi adalah bagian dari menghargai legacy dan kesejarahan untuk memupuk organisasi lebih kokoh dari terjangan badai perubahan yang kadang tidak selalu konstruktif. Kultur dan tata nilai ibarat perilaku dan DNA-nya. Pahami pahami pahami.. Jangan mentransformasi DNA jika tidak paham, agar tidak punah menyisakan fosil peradaban di masa yang akan datang. (irw)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *