“The Phases of Smart City” Perspektif Adaptasi Teknologi

“The Phases of Smart City” Perspektif Adaptasi Teknologi

Semakin murahnya biaya internet dan storage (media penyimpanan data digital) serta semakin mudahnya akses internet mendorong terjadinya revolusi teknologi di berbagai bidang, tidak terkecuali perencanaan dan pengelolaan kota guna mewujudkan smart city (Kota Cerdas) bagi kehidupan masyarakat kota yang lebih baik. Dalam kontek smart city selalu melibatkan banyak peran dari para praktisi, akademisi, teknokrat, dunia usaha dan provider teknologi, media, dunia industri, para pemangku kepentingan dan masyarakat pada umumnya. Perkembangan teknologi selalu diikuti dengan jejak peradaban sebagai milestone dari sejarah dan identitas kota itu sendiri dari waktu ke waktu. Perkembangan teknologi digital telah mendorong beberapa kota-kota di dunia untuk bertransformasi digital dalam mengembangkan sistem pelayanan kota guna mendorong kehidupan yang lebih baik dan kesetaraan dalam banyak aspek bagi kehidupan manusia.

Namun demikian dalam adaptasi terhadap perkembangan teknologi digital, kota tidak serta merta dapat mengimplementasikan teknologi yang ada sebagaimana kota lainnya yang telah sukses melakukan digital transformasi dalam pelayanan kotanya. Adaptasi terkait dengan implementasi teknologi digital sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain yaitu karakteristik dan kultur dari kota itu sendiri, keterbukaan dan kemauan dari stakeholder pemangku kepentingan, ketersediaan infrastruktur teknologi digital yang ada, kematangan literasi internet dan teknologi digital baik bagi pemangku kepentingan dan masyarakatnya itu sendiri, serta tentu saja kemampuan sumberdaya manusia sebagai agen dari digital transformasi kota itu sendiri. Dalam perkembangan peradaban kota terkait dengan digital transformasi, kota akan mengalami tahapan-tahapan proses transformasi sesuai dengan kematangannya hingga mencapai smart city. Adapun Fase perkembangan kota menjadi smart city berdasar pada adaptasi dan penerapan teknologi digital yang ada akan cenderung sebagai berikut;

Fase pertama adalah proses digitalisasi terkait data sarana dan prasarana serta layanan kota. Otoritas kota menekankan pada optimalisasi proses pelayanan kota dengan menyediakan kemudahan akses informasi, komunikasi dan pelayanan secara online. Pada tahap ini biasanya terjadi peningkatan pada kebutuhan digitasi data spasial (data kewilayahan/data berbasis SIG/Sistem Informasi Geografi) dan data non spasial. Penerapan akuisisi data dengan teknologi RFID dan sejenisnya, pembayaran elektronik pada pelayanan kota, pemusatan data monitoring dinamika kota seperti data transportasi, komunikasi dan lingkungan menjadi kebutuhan pokok pemerintah kota. Demikian pula pemerintah kota akan konsen dalam bidang pembangunan infrastruktur dengan penerapan konsep pembangunan fisik bangunan/gedung dan infrastruktur berkelanjutan. Data fisik gedung dan infrastruktur lain dalam serta data konstruksi dalam CAD menjadi aset satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Fase kedua adalah tahapan pemanfaatan teknologi sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat kota. Pada tahapan ini smart communication dan pemanfaatan aplikasi internet didorong untuk meningkatkan pelayanan kota pada umumnya dan mendorong tingkat produktifitas dan aktifitas kota. Pengembangan wireless internet access points, wireless broadband service, pengembangan jaringan 3G/4G menjadi kebutuhan mendasar bagi kota. Pengembangan SIG dan smart/automated traffic management system menjadi kebutuhan penting dalam sistem transportasi kota. Peningkatan pemakaian perangkat cerdas oleh masyarakat kota dalam mengakses pelayanan dan informasi kota akan mengakibatkan lonjakan kebutuhan standar kapasitas storage dan standar penanganan datanya. Penerapan Internet of Things menyangkut identifikasi sensor, integrasi teknologi, standar protokol antar interaksi mesin dan peralatan dalam akuisisi dan analisis data menjadi kunci guna pemanfaatan big data kota untuk mewujudkan peningkatan kualitas kehidupan kota. Demikian pula dengan pengembangan standar platform pelayanan kota seperti e-parking, e-commerce, e-perijinan serta lainnya menjadi standar baru dalam pelayanan kota yang lebih cepat dan efisien.

Dalam pengelolaan infrastruktur kota khususnya bangunan gedung kebutuhan model 3D dari obyek infrastruktur atau gedung menjadi standar data penting dalam pengelolaan dan pemeliharaan aset kota. Building Information Modelling (BIM) dalam kontek 3D (visualisasi) akan sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan dan pemanfaatan bangunan dan infrastruktur kota lainnya, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan hingga pengelolaan pasca konstruksi sehingga lebih efisien.

Fase ketiga adalah pelibatan masyarakat dalam kolaborasi dengan pemerintah kota guna mewujudkan kota cerdas yang berkelanjutan. Pelibatan ini menyangkut solusi terkait seperti dengan implementasi green energy, smart transportation, smart health, smart elder, smart environment, dan inovasi lainnya yang mendukung keberlanjutan kota. Inti dari tahapan ketiga ini adalah perubahan dari peran masyarakat kota yang semula sebagai penerima layanan kota menjadi terlibat sebagai inisiator atau creator dalam menyelesaikan permasalahan kota secara berkelanjutan. Fasilitas dan dukungan dari otoritas kota sangat dibutuhkan guna menginkubasi potensi lokal baik para investor ataupun para startup untuk tumbuh dan memberikan solusi kreatif bagi perkembangan kota.

Dalam fase ketiga ini dukungan teknologi komunikasi yang lebih baik sangat dibutuhkan seperti implementasi teknologi 5G yang digadang-gadang akan menjadi backbone-nya smart city masa depan. Kehandalan teknologi terkait dengan kecepatan internet dan kapasitas penyimpanan data menjadi sangat penting mengingat smart city tahap ketiga ini lebih pada penanganan lalulintas dan volume data yang cukup besar dalam bentuk crowd source data/big data. Autonomous service menjadi kata kunci sukses dalam paradigma kota masa depan sebagaimana implementasi autonomous vehicle.

Aspek analisis data lebih pada visualisasi dan prediktif data yang bersifat real time dalam rangka mendukung sistem pengambilan kebijakan dan keputusan yang berbasis pada citizen requirement. Mikrokontroler dan sensor baik dalam lingkup aplikasi rumah tangga hingga industri dalam berbagai model, crowdsourcing platform, cloud computing dan penerapan kecerdasan buatan menjadi domain data processing dan penyimpanan data yang harus mampu mendorong penerapan smart city tahap ketiga ini. Dalam bidang konstruksi dan infrastruktur, implementasi jaringan 5G, cloud computing dan web computing dengan dukungan artificial intelligence dan pemodelan lainnya sangat memungkinkan untuk mengembangkan building/Infrastructure automation intelligence serta pengembangan early warning system yang handal bagi keselamatan kota terhadap ancaman bencana baik yang bersifat natural disaster maupun anthropogenic disaster. Pengembangan building simulation dalam BIM dan baik dalam skala konstruksi bangunan atau kawasan kota dalam kontek SIG menjadi kebutuhan dalam mewujudkan twin model pengelolaan smart city tahap ketiga. Pada akhirnya kota juga akan mengalami transformasi sesuai ruang dan waktunya, selamat menikmati salah satu milestone peradapan manusia melalui peradapan kota cerdas. (irw-/12/09/19)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *