BERKOMPROMI DENGAN KESEDIHAN HATI

Bandul emosi – rasio.
Baru saja kita Bangsa Indonesia melaksanakan proses pemilihan umum serentak di seluruh wilayah Indonesia dan beberapa wilayah di belahan bumi yang lain yang terdapat WNI dengan hak pilihnya. Patut disyukuri bahwa KPU sebagai pelaksana pemilihan umum dapat menjalankan tugas dengan baik disamping beberapa kekurangan yang ada. Pemilu di Indonesia boleh dikatakan sebagai pemilihan kepala negara langsung terbesar dan termeriah di dunia dengan hampir lebih melibatkan 190 juta pemilih langsung. Boleh dikatakan kontestasi pesta politik yang spektakuler dan dipantau langsung ataupun tidak langsung oleh di mata seluruh dunia. Semoga kontestasi ini hingga nanti penetapan resmi hasil pemenang pemilu oleh KPU berjalan dengan aman, damai dan menghasilkan pemimpin terbaik bagi bangsa Indonesia. Mari kita kawal bersama, untuk!.

Menang Kalah

Terlepas dari siapa sebagai pemenang nanti yang akan ditetapkan oleh KPU, pemilu ini harus menjadi pesta demokrasi yang menggairahkan dan memberi energi positif bagi rakyat. Dalam hingar bingar pesta demokrasi ini tentu melibatkan banyak pihak dan partisipan sehingga pesta demokrasi ini menjadi lebih dinamis, termasuk keterlibatan masyarakat pelaku survey. Survey merupakan bagian yang tidak terpisah dalam iklim demokrasi. Tentunya masyarakat survey tersebut mempunyai kode etik yang telah disepakati bersama dan menjunjung nilai-nilai profesional dan kejujuran. Tentu ada saja lembaga survey yang diluar koridor tersebut. Masyarakat bisa menilai tingkat profesionalitas lembaga tersebut melalui rilis-rilis yang dikeluarkan serta benchmarking dengan hasil real count yang dikeluarkan secara resmi oleh KPU. Saya sendiri punya catatan lembaga mana saja yang benar-benar berintegritas berdasar pada sepak terjang lembaga pada kontestasi sebelumnya menurut saya lho ya... Oke.. saya tidak akan membahas lembaga survey dengan segala seluk beluknya. Saya lebih tertarik untuk melihat bagaimana penerimaan hasil kontestasi ini disikapi oleh para kontestan.

Tentunya setiap kontestasi pemilu dalam semua level selalu ada yang menang dan kalah. Dalam bernegara kalah atau menang dalam kontestasi sebenarnya merupakan bagian dari proses pesta demokrasi itu sendiri dengan menempatkan rakyat sebagai pemenangnya. Pemimpin yang baik dan sesuai dengan kehendak rakyat telah hadir melalui proses yang baik pula. Pemimpin yang baik dalam alam demokrasi tidak akan ada jika tidak ada kompetitor yang baik pula. Semakin baik dan berkualitas kompetitornya akan memberikan hasil yang semakin baik bagi pemimpin terpilih. Dengan demikian dalam sebuah kontestasi tersebut, semua berperan dalam mendapatkan pemimpin terbaik. Kontestan yang kalah adalah semestinya menjadi kompetitor yang baik dalam rangka mendapatkan pemimpin yang baik dan berkualitas. Dengan demikian, dalam kontek bernegara semua kontestan adalah para pemenang bersama rakyat.

Demikian pula di bidang lainnya, menang atau kalah adalah bagian dari proses perkembangan dan pertumbuhan yang tidak ada selesainya. Proses akan berlangsung dan berkembang terus dengan tantangan yang semakin tinggi. Menang atau kalah adalah hal yang sangat lumrah dalam persaingan bisnis seperti proses tender terkait dengan proyek yang akan diraih, perebutan market leader, dan sebagainya. Inovasi positif pada umumnya muncul dari kompetisi yang baik atau proses solutif bagi permasalahan real yang ada di masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik.

Kesedihan dan Kekecewaan

Dalam kontestasi apapun kalah atau menang adalah hal yang sangat umum. Tidak dipungkiri dalam kontestasi seperti pemilu, pilkada, persaingan bisnis, pertandingan olahraga atau kompetisi apapun kadang menyisakan kesedihan dan duka lara. Tidak gampang bagi yang merasa kalah untuk menerima kondisi realitas yang ada dan move on. Berkompromi dengan hati adalah kompetisi sesungguhnya dengan diri sendiri yang kadang jauh lebih berat. Bagi kita pada umumnya menerima sebuah kondisi yang tidak kita kehendaki kadang tidak mudah. Sering kali muncul penyanggahan-penyanggahan atau penolakan-penolakan atas realita yang sebenarnya terjadi. Penolakan hingga pengabaian atas kondisi yang ada menjadi seolah-olah menjadi hal yang bisa memenuhi atau menghilangkan rasa sakit atas penyanggahan-penyanggahan kondisi real tersebut.

Sebagai pelaku bisnis hal tersebut sering saya alami ketika kondisi yang saya harapkan tidak sesuai dengan kondisi real di lapangan. Kadang pembenaran atas persepsi, preferensi dan opini pribadi mengemuka menutup akal rasionalitas dalam membaca fenomena nyata yang terjadi. Pada ujungnya saya hanya puas sebatas dengan reason (alasan atau kambing hitam) yang saya munculkan sendiri jauh dari result (hasil) yang nyata ada di lapangan. Kalau sudah seperti itu biasanya saya harus butuh waktu untuk menenangkan diri dan mencoba melihat kembali realitas yang ada dengan jernih serta melihat ke depan apa yang harus dilakukan agar lebih baik. 

Proses Penerimaan

Penerimaan kondisi yang tidak menyenangkan baik itu dalam kompetisi apapun, kehilangan sesuatu yang kita senangi, sesuatu yang kita miliki ataupun lainnya sering menimbulkan kesedihan dan kepedihan mendalam. Kondisi tersebut sangatlah manusiawi, karena manusia dianugerahi rasa (emosi) dan akal (rasio). Rasa dan akal ini ibarat dua bandul yang berada di dua lengan keseimbangan yang berbeda, bandul satu di lengan kanan dan bandul lainnya di lengan kiri. Kadangkala antara rasa dan akal saling setimbang namun sering pula rasa lebih berat dari akal demikian pula sebaliknya akal lebih berat dari rasa. Dalam kontek penerimaan kondisi kekalahan atas kompetisi atau kondisi yang menyedihkan umumnya bandul rasa (emosi) lebih berat dari bandul rasio (akal) dalam melihat realita yang ada. Keseimbangan antara emosi dan rasio diperlukan guna move on menatap ke depan dengan lebih baik

Menurut Elisabeth Klubler-Ross seorang psychiatrist kebangsaan Swiss, menerangkan 5 (lima) tahapan dalam proses penerimaan kondisi yang tidak menyenangkan atau menyedihkan kompromi dengan hati dan realitas yaitu tahapan proses denial, anger, bergaining, depression, dan acceptance. Denial merupakan proses pengabaian atau penyanggahan terhadap realitas menyedihkan atau perihal yang tidak menyenangkan terjadi pada diri. Proses ini merupakan reaksi atas ketidaksiapan rasio dalam menerima kondisi real yang ada. Sehingga bandul emosi lebih dominan dibanding rasio.

Ketika penyanggahan atas kondisi riil tersebut benar-benar menjadikan kondisi sangat buruk atau kondisi yang benar-benar menakutkan tahapan selanjutnya adalah kemarahan (anger). Kondisi kemarahan ini adalah kondisi bandul emosi pada titik paling dominan dan mengabaikan rasio dalam membaca keadaan nyata yang ada. Pada kondisi tertentu kemarahan menghasilkan kondisi kehilangan harapan untuk meraih apa yang diinginkan hingga mulai timbul gejala kompromi.

Gejala kompromi merupakan tahapan ketika perasaan tersebut mulai menerima apa yang nyata terjadi. Pada tahapan kompromi (bargaining) ini bandul rasa mulai bergerak mengurangi beban bandul emosi. Ketika tahapan kompromi ini tidak berjalan dengan baik seringkali timbul gejala depresi akibat hilangnya harapan hingga masuk tahapan depresi.

Tahapan depresi (depression) timbul sebagai akibat hilangnya mood dan energi. Realitas kehidupan terlalu berat untuk dijalani oleh mereka yang mengalaminya.

Tahapan selanjutnya adalah penerimaan (acceptance), pada tahap ini bandul rasio dan rasa mulai mengarah ke kondisi setimbang atau bandul emosi sudah jauh berkurang bebannya. Dalam penerimaan ini umumnya bukan sebatas menerima sebatas kesedihan yang ada atau kekalahan yang terjadi namun disertai dengan alasan (reason) untuk lebih baik. Semisal ; Oke saya bisa menerima kekalahan atau kesedihan ini namun saya menjadi lebih baik atau lebih kuat di masa mendatang

Dalam realitasnya Elisabeth Klubler-Ross menjelaskan bahwa tahapan proses penerimaan realitas kesedihan tersebut tidak selalu berlaku linear. Kondisi ruang, waktu dan sosial sangat berpengaruh terhadap tahapan-tahapan tersebut. Bisa jadi penerimaan kondisi kekalahan atau kesedihan tersebut tidak melalui tahapan kemarahan atau lainnya.

Siapkah anda berkompromi dengan kondisi yang tidak anda harapkan? Silahkan anda memetakan diri anda sendiri. Pada hakekat umumnya manusia cenderung untuk mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit. Bagaimana dengan anda?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *