“DEAL TO THE PANDEMIC” ANTARA GUNUNG API, GEMPA, DAN COVID-19

Penulis : Irwan Susilo, Sekretaris Dewan Pengurus Provinsi Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (DPP INKINDO) Jatim.

Indonesia berada dalam Ring of Fire yaitu deretan gunung api aktif baik yang berada di daratan maupun di kepulauan.  Hal ini karena Indonesia sebagai tempat bertemunya tiga lempeng aktif utama dunia yaitu; Lempeng Benua Eurasia, Lempeng Samudera Indo-Australia, dan Lempeng Samudra Pasifik konsekuensinya peristiwa gunung meletus gempa bumi dan bencana ikutannya sangat sering terjadi di wilayah Indonesia. 

Bencana Geologi

Pada periode Maret hingga April 2020 Gunung Anak Krakatau meletus dua kali. Letusan ini walau tidak menimbulkan korban jiwa namun membangkitkan trauma masyarakat seperti letusan 2018 yang disertai gelombang tsunami di pantai Banten dan Lampung dengan korban lebih dari 400 jiwa. Gunung Merapi di Yogyakarta meletus dengan beberapa kali rentetan letusan secara eksplosif yang berubah dari biasanya yang bersifat efusif. Gejala perubahan letusan ini mengagetkan masyarakat dan para pakar vulkanologi. Setelah tidur 100 tahun Gunung Sinabung di Sumatera Utara meletus dalam periode 7 April – Agustus 2010, dengan lontaran debu hingga setinggi 5 km, kemudian terjadi rentetan letusan lagi 24 Oktober 2013 (GEMA BNPB, Vol 4). Tercatat 26 Mei 2016, 19 Februari 2018, 6 April 2018 dan terakhir 9 Juni 2019 Gunung Sinabung meletus menunjukkan keaktifannya yang sulit diprediksi. 

Gempa di Simeulue 26 Desember 2004 menelan korban lebih dari 225 ribu jiwa dari berbagai negara dan membangkitkan gelombang tsunami di pantai barat Sumatra  (Tsunami Aceh) menelan korban hingga 165.708 jiwa dengan kerugian material hingga 48 Triliun rupiah. Gempa Yogyakarta dengan kekuatan sekitar 6 SR, 27 Mei 2006 berlangsung selama 57 detik menelan korban lebih dari 6000 jiwa. Mengutip data Badan Geologi, gempa Palu 28 September 2018 yang juga membangkitkan tsunami dan fenomena likuifaksi menelan korban tercatat  2113 jiwa disamping kerugian material. Itu adalah sebagian dari berbagai bencana geologi yang terjadi di Indonesia dengan karakteristik yang berbeda beda, ketidakpastian dan sulit diprediksi. Hampir semua kejadian tersebut berlangsung dengan tiba-tiba dan menimbulkan kekacauan seketika di berbagai aspek.

Pandemi COVID-19

Di Awal 2020 ini kita dikejutkan penyebaran COVID-19 yang dimulai dari Kota Wuhan China, secara cepat menjadi pandemi melanda hampir seluruh negara termasuk Indonesia. Pandemi COVID-19 telah mengingatkan kembali pandemi influenza 1918 yang menginfeksi hampir 500 juta penduduk dunia dan merenggut hampir 50 juta jiwa. COVID-19 sangat cepat menyebar dan menurut WHO 10 kali lebih mematikan dibanding pandemi flu babi 2009. Belum adanya obat dan vaksin yg tepat, menjadikan ketidakpastian pandemi ini kapan akan berkhir atau bisa dikendalikan. COVID-19 telah meruntuhkan sendi-sendi tatanan sosial, budaya, ekonomi, geopolitik baik dalam skala lokal, regional maupun global. Social distancing, stay at home, work from home memaksa hampir separo penduduk dunia berada di rumah dengan tingkat ketidakpastian terkait kapan pandemi ini akan berakhir serta bagaimana tatanan kehidupan dunia ini pasca pandemi COVID-19. 

Merujuk pada pandemi-pandemi sebelumnya, bisa jadi COVID-19 ini tidak akan musnah namun tetap ada ditengah kehidupan masyarakat di masa mendatang. Kesamaan kasus yang terjadi hampir sama dengan kejadian bencana geologi. Kejadian bencana seperti letusan gunung api dan gempa bumi dengan ancaman ikutannya bisa terulang kembali setiap saat dan tidak terduga melantakkan kehidupan. Hingga saat ini boleh dikata belum ada prediksi kapan gempa akan terjadi, yang diketahui hanyalah potensi gempa dan ancaman bencana yang ada. Demikian halnya dengan COVID-19 setelah pasca pandemi, para ahli banyak beranggapan bahwa COVID-19 bisa merebak kembali di tengah masyarakat seperti saat ini. Hampir sama pada saat kejadian bencana geologi, masyarakat yang terdampak akan mengungsi dan setelah bencana reda masyarakat akan cenderung kembali lagi menjalankan roda kehidupan seperti semula. Orang sulit untuk meninggalkan kehidupan sebelumnya dan memilih kembali pasca bencana reda. Hal ini terjadi karena pada kawasan bencana umumnya menyimpan potensi sumberdaya seperti tanah yang subur, lokasi strategis, atau sumberdaya alam lainnya. Sama halnya dengan masyarakat setelah pandemi COVID-19 akan cenderung kembali pada kehidupan normal sebelumnya yang sebenarnya mempunyai potensi sewaktu-waktu COVID-19 bisa meledak kembali dengan intensitas dan bahaya yang sama. Lalu apa kiranya yang harus dilakukan setelah masa pandemi COVID-19 ini? 

Belajar dari setiap kejadian bencana geologi yang sulit diprediksi dan bisa terulang kembali, bisa menuntun dalam menyikapi ketidakpastian dan resiko di tengah kondisi masyarakat yang rentan terhadap merebaknya COVID-19 kembali. Pendekatan penanganan pasca bencana geologi bisa digunakan pada  penanganan pasca pandemi COVID-12 dengan menyesuaikan karakteristik, sebaran, dan potensi ancamannya. Meninggalkan kawasan yang sudah dihuni bertahun-tahun dengan segala kehidupan yang ada sangat berat dan cenderung untuk kembali. Demikian halnya pada masyarakat yang menempati zona patahan sumber gempa, pada umumnya tidak mudah untuk berpindah ke tempat lain. Kompromi dan berharmoni dengan bahaya akhirnya menjadi pilihan, dengan konsekuensi harus lebih memahami potensi ancaman yang ada dan kesiapan untuk hidup berdampingan dengan bencana. Membandingkan kasus serupa dengan pandemi COVID-19, kita tidak dapat menghindar dihadapkan pada pilihan untuk hidup pada area yang berpotensi muncul wabah COVID-19 secara tiba-tiba. Hanya kepedulian, kebersamaan, dan tetap mempertahankan “tatanan perilaku baru” yang telah memaksa kita selama masa karantina dan social distancing ini harus menjadi kompromi di masa mendatang di tengah potensi munculnya hotspot COVID-19. “Deal to The Pandemic” demikian slogan baru yang harus kita pahami.

Manajemen Bencana

Merujuk pada Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Rencana Penanggulangan Bencana, maka kompromi terhadap bencana mencakup tiga tahapan yaitu pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana. Berikut adalah sandingan model berkompromi dengan COVID-19 di masa mendatang dengan merujuk pada tindakan umum kompromi terhadap bencana geologi yang sering terjadi. (irw/)

This image has an empty alt attribute; its file name is TnCJI1FslJWC8L3AFDmviXdm5PTvILC_MOAXNM_V-aXXpY9VsioIrs0mGfT-C6Yso_3xqqMJAfAOZK_aBi_tE6Fr7H2jlE21u7BAOSd4TIRXQCqygu-JHUBUq0GyWQ
Tabel : Perbandingan model umum perencanaan penanggulangan bencana dan pandemi COVID-19

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *